Menjelajahi Gedung Bersejarah di Menteng

Nama Menteng kerap identik dengan pemukiman mewah di Jakarta. Tidak banyak yang benar-benar sadar akan nilai sejarah kawasan ini. Padahal, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dari kawasan Menteng. Tokoh-tokoh nasional yang pernah tinggal di kawasan ini pun tak terhitung.

Saat ini Menteng sudah dipenuhi dengan rumah-rumah besar berpagar tinggi, membuatnya terkesan kurang menarik untuk dijadikan objek wisata. Namun, kawasan ini masih menyimpan seribu pesona yang siap dieksplorasi. Ada banyak gedung bersejarah, museum, monumen dan taman-taman yang menarik untuk dikunjungi. Ini dia beberapa di antaranya:

Museum Gedung Joang 45


Kegiatan wisata melihat tempat bersejarah di Menteng bisa dimulai dari Gedung Joang 45 di Jalan Menteng Raya 31. Museum ini punya koleksi sangat menarik. Mulai dari mobil kepresidenan yang pernah dipakai Bung Karno dan Bung Hatta, sampai senjata dan pakaian yang pernah digunakan pejuang kemerdekaan.

Gedung Joang 45 yang didirikan pada 1920-an ini awalnya adalah sebuah hotel milik keluarga LC Schomper. Pada masa pendudukan Jepang, gedung ini beralih fungsi menjadi kantor Ganseikanbu Sendenbu (Jawatan Propaganda Jepang). Di kantor ini diadakan pendidikan politik untuk pemuda Indonesia. Pembicaranya antara lain Bung Karno, Bung Hatta, Moh. Yamin dan Ahmad Soebardjo.

Masjid Cut Mutia

Setelah melihat Gedung Joang 45, Anda bisa melanjutkan tur sejarah dengan mengunjungi Masjid Cut Mutia di Jl Cut Mutia. Masjid Cut Mutia dahulu adalah kantor NV de Bouwploeg, sebuah perusahaan pengembang yang merancang dan membangun kawasan Nieuw-Gondangdia yang kini dikenal dengan nama Menteng. Itulah sebabnya, arsitektur masjid ini tidak terlihat seperti umumnya bangunan masjid. Posisi mihrabnya juga tidak tepat berada di depan barisan jemaah karena gedung ini dahulu memang tidak dirancang sebagai sebuah masjid.

Bangunan ini dianggap pelopor arsitektur bergaya Hindia Belanda yang lebih sesuai untuk iklim tropis. Cirinya antara lain bumbung atap yang tinggi serta jendela-jendela lebar supaya udara segar bisa masuk. Gedung-gedung yang dibangun pada era sebelumnya dianggap tidak memiliki karakter dan hanya meniru bangunan-bangunan di Eropa.

Bataviasche Kunstkring

Tidak jauh Masjid Cut Mutia, ada sebuah bangunan dengan arsitektur sangat khas dengan dua buah menara di kedua sisinya. Gedung ini dikenal dengan nama Bataviasche Kunstkring dan dahulu berfungsi sebagai pusat kesenian di Batavia. Gedung yang dirancang oleh PAJ Moojen pada tahun 1913 ini dianggap sebagai pelopor arsitektur modern di Hindia Belanda.

Pada 1920-an, Bataviasche Kunstkring menjadi pusat kegiatan para seniman elit pribumi dan Eropa yang tinggal di Hindia Belanda. Mereka menggelar pameran bergengsi dengan meminjam koleksi lukisan dari museum-museum besar di Eropa. Karya-karya pelukis besar seperti Marc Chagall, Van Gogh dan Picasso pernah dipamerkan di gedung ini.

Setelah Indonesia merdeka, gedung ini digunakan sebagai kantor imigrasi sampai tahun 1997. Setelah 10 tahun terbengkalai, kemudian dijadikan restoran bernama Buddha Bar. Pilihan nama itu menuai kontroversi sehingga akhirnya terpaksa ditutup. Kini gedung Bataviasche Kunstkring dipakai oleh restoran lain yang bernama Bistro Boulevard dan lantai atasnya dimanfaatkan sebagai galeri seni.

Dari gedung Bataviasche Kunstkring, kalau Anda berjalan terus ke arah selatan menyusuri Jl Teuku Umar, Anda akan menemui Museum Jenderal AH Nasution yang terletak di sebelah kanan jalan. Museum ini adalah kediaman keluarga Jenderal AH Nasution sejak beliau dilantik menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) pada 1949, sampai beliau wafat pada tahun 2000.

Taman Situ Lembang

Kalau sudah lelah berjalan kaki menyusuri kawasan Menteng, Anda bisa beristirahat di Taman Situ Lembang yang berlokasi di Jl Lembang. Taman ini adalah sedikit dari ruang hijau yang masih tersisa di kawasan Menteng. Masyarakat sering memanfaatkan taman ini — dengan danau buatan yang dihiasi air mancur dan bunga teratai —sebagai tempat memancing dan area bermain anak-anak.

Museum Perumusan Naskah Proklamasi

Kalau jalan-jalan di Menteng, belum lengkap rasanya tanpa mengunjungi Museum Perumusan Naskah Proklamasi yang terletak di Jl Imam Bonjol — tidak jauh dari Taman Suropati. Gedung bergaya Art Deco ini pernah dipakai sebagai kantor konsulat Inggris, lalu pada masa pendudukan Jepang ditempati Laksamana Maeda.

Rumah Laksamana Maeda digunakan Bung Karno, Bung Hatta dan Ahmad Soebardjo untuk merumuskan naskah proklamasi negara kita. Sayangnya, seluruh perabotan di rumah ini hanya replikanya saja. Namun diorama yang ditampilkan mampu membangkitkan imajinasi kita tentang suasana saat naskah proklamasi dirumuskan. Di halaman belakang rumah ini, ada bunker bawah tanah yang dahulu dipakai sebagai ruang perlindungan dan ruang penyimpanan barang berharga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar