Laporan terbaru Oxfam yang dilansir kemarin di New York itu menjelang perundingan baru soal perjanjian perdagangan senjata bulan depan. Laporan menyebutkan, diperkirakan sekitar 12 miliar peluru dibikin saban tahun. Jumlah itu "cukup untuk membunuh hampir dua kali lipat pria, wanita, dan anak-anak di planet ini".
Menurut laporan yang bertajuk Stop a Bullet, Stop a War tersebut, jual-beli amunisi untuk senjata kecil nilainya US$ 4,3 miliar, sedangkan perdagangan senapan dan senjata api ringan mencapai US$ 2,68 miliar.
Oxfam mendesak para negosiator untuk menolak seruan dari negara-negara semacam Cina dan Amerika Serikat guna mengeluarkan amunisi dari apa pun Perjanjian Perdagangan Senjata (ATT) baru, yang akan menggelar pertemuan sebulan di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Juli mendatang.
Dalam laporan terbaru Oxfam juga disebutkan tak ada pengawalan yang mengatur secara jelas ke mana material mematikan itu berakhir. Ini telah menjadi komponen kunci dari ATT baru, yang didukung pemerintah Inggris.
Lembaga tersebut lalu menunjuk konflik bersenjata di Afrika, Afganistan, dan Somalia. "Senjata-senjata di sana nyaris tak bisa didaur ulang dan dipakai lagi dari konflik ke konflik."
Kepala Pengkampanye Kontril Senjata Oxfam, Anna MacDonald, menyebutkan, "Senjata api tak berguna tanpa peluru-pelurunya. Peluru mengubah senapan menjadi senjata mematikan."
"Jadi mutlak bahwa penjualan amunisi termasuk dalam perjanjian dan lebih baik diatur," ujar MacDonald, seperti ditulis AFP kemarin. "Tak ada kontrol global terhadap aliran amunisi dan tak ada sistem pelaporan ke mana miliaran peluru itu berujung. Hal itu harus diubah."
Bulan lalu, Menteri Pembangunan Internasional Inggris Alan Duncan kepada The Guardian mengungkapkan bahwa perdagangan senjata sudah menjadi ancaman terbesar pembangunan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar