'Aturan Interkoneksi Sudah Basi, Perlu Direvisi'

 
Jakarta - Aturan yang mewajibkan pelaksanaan interkoneksi SMS berbasis biaya (cost based) dalam Peraturan Menkominfo No. 8/2006 dinilai sudah basi dan perlu segera direvisi.

Mantan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi menilai, aturan tersebut sudah tidak sesuai dengan kondisi interkoneksi terkini.

"Itu yang menyebabkan biaya interkoneksi masih relatif tinggi. Seperti SMS interkoneksi yang Rp 23, kondisi real di operator tahun 2010 saja rata-rata sudah Rp 11," jelasnya kepada detikINET di Jakarta, Jumat (1/6/2012).

"Sekarang bahkan bisa sekitar Rp 5 sampai Rp 10, bahkan ada yang lebih rendah biaya produksinya," lanjut pria yang sempat menjabat anggota BRTI selama dua periode tersebut.

Aturan interkoneksi juga dinilai tidak memaksakan Rp 23 untuk setiap pengiriman SMS lintas operator. "Harusnya maksimal, tidak dipaksa Rp 23. Karena itu jika ada operator yang memaksa memakai angka Rp 23, harus dilaporkan ke BRTI," tegasnya.

Filter SMS Spam

Dengan kondisi seperti ini, ia pun menilai, aturan yang diharapkan bisa membendung penyalahgunaan bonus SMS gratis lintas operator seperti SMS spam, penipuan, dan lainnya, harus dipikirkan cara baru.

"Jadi soal spam, harus ada upaya lain. Seperti pernah disampaikan GSM Association, untuk menghentikan pengiriman SMS yang tidak dikehendaki atau SMS sampah tersebut," kata Heru.

Ia pun menilai, bisa saja nanti trennya berubah, dari SMS spam ke telemarketing atau voice marketing. Peranan regulator ditegaskannya tetap perlu untuk mendesak filtering di sisi operator telekomunikasi.

"Perlu adanya aturan dari regulator, mana yang kategori spam mana yang tidak. Dan kalau spam rinciannya apa, bagaimana menanganinya," ia menjelaskan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar