Perang Cyber Bukan Bualan

 
Jakarta - Dulu, yang namanya peperangan selalu melibatkan artileri dan senjata kelas berat. Nah, sekarang tak lagi seperti itu, kini masanya perang cyber.

Menurut tokoh keamanan internet dunia, Eugene Kaspersky, risiko perang cyber menjadi salah satu topik serius dalam hal keamanan informasi beberapa tahun ini. Beragam malware (program jahat) yang beredar sudah kian menegaskan kewaspadaan itu.

"Serangan malware Stuxnet dan Duqu berasal dari satu rantai penyerangan, yang memunculkan kekhawatiran di seluruh dunia mengenai perang cyber ini," tukas sosok yang juga CEO dan pendiri vendor anti virus Kaspersky Lab tersebut.

Ancaman malware terbaru yang muncul bernama Flame. Eugene pun memandang hati-hati soal program jahat yang disebut-sebut sangat rumit dan canggih itu.

"Flame sepertinya merupakan fase lain dalam perang ini dan sangat penting untuk dimengerti bahwa senjata cyber seperti ini dapat dengan mudah digunakan untuk menyerang negara manapun. Tidak seperti perang konvensional, semakin maju suatu negara maka semakin ia menjadi target serangan," lanjutnya.

Tujuan utama Flame diprediksi menjadi mata-mata cyber, dengan mencuri informasi dari mesin yang terinfeksi. Informasi ini kemudian dikirim ke jaringan server command-and-control yang berlokasi di berbagai belahan dunia.

Informasi yang dicuri bisa berbagai bentuk, seperti dokumen, screenshots, rekaman audio, dan intersepsi lalu lintas jaringan, dan ini menjadikannya toolkit serangan paling terdepan dan terlengkap yang pernah ditemukan.

Vektor pasti penginfeksian belum terungkap namun jelas bahwa Flame mampu berkembang melalui jaringan lokal menggunakan beberapa metode, termasuk metode kerentanan printer dan infeksi melalui USB yang dilakukan oleh Stuxnet.

Flame sendiri ditemukan para ahli Kaspersky Lab saat melakukan penelitian yang digagas oleh International Telecommunication Union (ITU). Kaspersky mengidentifikasi program jahat yang dirancang untuk melakukan kegiatan mata-mata cyber ini sebagai Worm.Win32.Flame.

Meskipun fitur Flame berbeda jika dibandingkan dengan senjata cyber terkenal lain sebelumnya seperti Duqu dan Stuxnet. Namun geografis serangan, penggunaan kerentanan software tertentu serta kenyataan bahwa hanya komputer terpilih yang menjadi target, semua ini mengindikasikan bahwa Flame tergolong sebagai senjata cyber super.

Alexander Gostev, Chief Security Expert Kaspersky Lab menambahkan, program berbahaya ini sifatnya menyerang target besar. Salah satu fakta yang paling mencemaskan adalah serangan Flame ini sekarang berada pada fase aktif.

"Operatornya secara konsisten mengawasi sistem yang terinfeksi, mengumpulkan informasi dan menargetkan sistem baru untuk mencapai tujuan yang belum diketahui," lanjutnya.

Flame disebut-sebut menyasar berbagai negara di Timur Tengah, terutama Iran. Adapun pencipta virus ini diduga kuat adalah Israel.

Wakil Perdana Menteri Israel sendiri, Moshe Ya'alon yang mengindikasikan bahwa Israel adalah pembuat Flame. Ia menilai, Israel punya kapabilitas untuk meluncurkan serangan semacam itu.

"Siapapun yang melihat ancaman terhadap Iran adalah ancaman serius sepertinya akan mengambil berbagai langkah berbeda, termasuk itu (serangan cyber-red), dalam rangka untuk melukai mereka," kata Ya'alon.

"Israel diberkati menjadi bangsa yang memiliki teknologi superior. Pencapaian tersebut membuka segala macam kemungkinan bagi kami," tukasnya yang dilansir Herald Sun dan dikutip detikINET.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu juga menyatakan Israel serius mengembangkan kapabilitas cyber. "Di arena cyber, ukuran sebuah negara tidaklah penting namun di bidang kemampuan ilmiah dan Israel diberkati dalam hal itu," sebut Benjamin.

Iran sendiri melalui lembaga National Computer Emergency Response Team (Maher) mengakui serbuan virus Flame melanda negaranya. Namun mereka mengklaim sudah membuat anti virus untuk menghentikan Flame.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar